Dunia saat ini dihiasi oleh serangkaian peristiwa yang menimbulkan ketidakpastian. Perang antara Rusia dan Ukraina telah meredupkan perekonomian Eropa selama 3 tahun tanpa kejelasan akan akhirnya. Konflik antara Israel dan Palestina terus memanas, terutama di sekitar Jalur Gaza. Langkah-langkah kontroversial Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, termasuk keluarnya dari WHO, penghentian bantuan USAID, rencana akuisisi Greenland, dan pemberlakuan tarif balas dendam kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia dengan tarif sebesar 32%, telah menimbulkan dampak global.
Dampak Tarif Amerika Serikat
Tarif balas dendam yang diberlakukan Amerika Serikat berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berisiko terus berlanjut, sementara sektor-sektor seperti sawit, karet, tekstil, dan alas kaki diperkirakan akan terpukul. Tekanan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) semakin kuat, yang bisa berujung pada penutupan pabrik dan PHK massal.
Meskipun kondisinya realistis, bukan berarti tanpa harapan. Para pengusaha sejati percaya bahwa di tengah gelombang perubahan selalu ada peluang. Namun, apakah masa depan ekonomi Indonesia benar-benar suram seperti yang diprediksi oleh sebagian pakar ekonomi?
Cahaya di Ujung Lorong Gelap: Peran Koperasi dalam Kebijakan Prabowo
Presiden Prabowo Subianto menyulut harapan melalui kebijakan pembelaan (affirmative policy) yang bertujuan mengembangkan ekonomi rakyat di pedesaan melalui koperasi. Dalam sebuah acara Rapat Anggota Tahunan Induk Koperasi Unit Desa (INKUD) di Jakarta, Prabowo bercita-cita agar koperasi tidak hanya berskala UMKM, melainkan bisa berkembang menjadi perusahaan besar, bahkan konglomerat.
Langkah-langkah nyata mulai ditempuh setelah Prabowo terpilih sebagai Presiden, termasuk pemisahan Kementerian Koperasi dari UMKM. Dengan alokasi tambahan kredit sebesar Rp 10 triliun untuk koperasi melalui LPDB Kemenkop RI, serta penghapusan hutang bagi UMKM dan koperasi, Prabowo berusaha membebaskan sektor tersebut dari beban masa lalu.
Inisiatif dan Program Unggulan
Selain itu, program unggulan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan mengawali suplai bahan baku dari pertanian, perikanan, dan peternakan lokal melalui jaringan koperasi, menunjukkan komitmen untuk mendukung ekonomi lokal. Pembentukan 70 ribu Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia menjadi langkah mengejutkan namun berpotensi besar.
Prabowo meyakini bahwa melalui koperasi, kesejahteraan rakyat di pedesaan dapat meningkat, sehingga ekonomi domestik tidak sepenuhnya rentan terhadap dinamika luar negeri. Dengan mengikuti jejak pemikiran Soekarno, yang melihat koperasi sebagai medium peningkatan pendapatan petani, buruh, dan rakyat miskin, Prabowo berharap ekonomi Indonesia bisa bangkit.
Tantangan dan Harapan di Masa Depan
Langkah Prabowo menuai beragam tanggapan, mulai dari dukungan hingga keraguan. Meski koperasi di Indonesia belum masuk dalam peringkat 300 besar dunia, upaya mendorong 70 ribu koperasi desa untuk aktif dalam berbagai bidang usaha menunjukkan potensi besar. Diharapkan koperasi dapat menjadi model ekonomi berbasis rakyat yang inklusif dan berkelanjutan.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan dan skeptisisme, semangat Prabowo dalam menghidupkan kembali gerakan koperasi sejalan dengan amanah konstitusi untuk melindungi rakyat dari keserakahan. Dengan membangun legacy melalui koperasi, diharapkan pilar ekonomi nasional dapat kembali berada di tangan rakyat banyak, seperti yang dicita-citakan oleh pendiri koperasi di Rochdale, Inggris, hampir dua abad lalu.